Sudah tiga kali civitas kampus, khususnya mahasiswa melakukan perubahan di Indonesia. Pertama berhasil memerdekakan Indonesia, kedua meruntuhkan rezim Soekarno, ketiga mengakhiri masa Suharto yang mengekang kebebasan. Setelah itu kebebasan menjadi hak setiap orang. Pemerintahan demokratis terbentuk. Maka bisa dibilang pemerintahan ideal dengan demokrasi berasal dari kampus. Lalu bagaimana kondisi demokrasi saat ini di kampus?
Beberapa hari yang lalu teman ku yang aktif di kampus menjalankan tugas menampung aspirasi mahasiswa dengan menempel kertas karton berukuran lebih kurang 1 meter persegi di salah satu pakom. Tujuannya jelas, menampung saran, kritik, masukan terhadap oraganisasi terbesar di UNPAD. KEMA. Penampungan aspirasi di tingkat fakultas ini selalu menjadi keluhan mahasiswa ketika sidang. Organisasi yang ia geluti, BPM, selalu dikritik tidak menampung aspirasi dari fakultas. Sekarang ia menjalankan fungsi utama organisasinya. Sebuah bukti organisasinya bukan mainan.
Kebetulan saya ikut membantu karena saya yang juga memiliki tugas yang sama dalam ruang lingkup yang lebih kecil dari teman saya. Di hari pertama penempelan telah tertulis 4 aspirasi. Di hari kedua dan ketiga saya lupa untuk mengecek. Dan di hari keempat karton kuning itu telah tiada. Saat ditanya apakah karton itu telah diambil teman saya, jawabannya tidak. Informasi yang ia dapat karton itu telah dicabut orang lain, entah siapa.
Sunggung memalukan cara mahasiswa seperti itu ketika tidak menyetujui (kontra) terhadap organisasi teman saya. Laporan seperti ini pernah saya dapat dari senior yang dulu melakukan penampungan aspirasi. Belum lama menempel sudah dicabut. Mungkin seperti ini peninggalan Orba yang memunculkan orang-orang yang takut berpendapat sehingga mereka sembunyi-sembunyi. Sudah bukan zamannya orang menunjukkan sikap kontranya dengan sembunyi-sembunyi.
Lawan tulisan dengan tulisan. Lawan perkataan dengan perkataan. Dengan begitu domokrasi yang mengarah pada kebebasan dapat terwujud. Bertanggung jawab!!
Hehehe
Dah, kebelet banget mau posting tentang dosen yang. Hahaha... Bilangnya idealis tapi nothing.
Setelah kita (gw ma temen-temen yang dah ngebentuk kelompok untuk PKM taun ini) berjuang (sedikit) keras mencari materi untuk mewujudkan ide penelitian dengan googling dan diskusi ma dosen, ujung-ujungnya mental langsung sama seorang dosen yang ngotot penelitian ini percuma dan ga perlu. Wow....
Pertama ketemu dia, gw jelasin latar belakang yang sebenarnya atau menurut gw cukup kuat. Dibantah satu gw masih ada latar belakang lain (setelah diskusi beberapa hari sebelumnya), penelitiannya masih sama tapi sudut pandangnya dirubah. Si dosennya terima. Wuihhh.... dengan syarat kami harus cari litelatur yang menunjukkan penelitian ini mungkin.
Tiga hari. Siph...
Ujungnya ketemu dia setelah lima hari. Dan kami siap. Bukti penelitian yang dapat menunjukkan penelitian kami memungkinkan sudah ada. Kemudian apa kata dia? Yakin, itu pengambilan datanya benar.
Mana gw tau, kan bukan yang ngelakuin.
Penelitian itu menunjukkan hasil yang sangat signifikan, sehingga jika dilakukan akan memberikan peran terhadap manusia yang bisa jadi juga signifikan. Penelitian yang gw dapet dari googling itu memang berbeda dengan ide penelitian kami dari objek dan metode yang nanti dilakukan tetapi penelitian itu menunjukkan kemungkinan hipotesis kami.
Pada akhirnya, yah, batal. Capek debatnya kalo yang diajak debat ga mau membuka mata. Udah dikasih bukti, tetep aja ngotot.
Pada dasarnya penelitian itu bertujuan menemukan sesuatu, atau membuktikan sesuatu, tidak selalu harus melakukan sesuatu yang sudah pasti bisa dilakukan. Untuk apa?
Dan akhirnya ia memberikan ide penelitian dengan sangat percaya diri setelah membantai ide kami. Tau kah kamu, setelah melihat litelatur (dari dosennya) ternyata penelitian ini sudah pernah ada. Hanya sedikit perubahan dan pengoptimalan, sisanya sama aja!!!
Ohhh..... membayangkan wajahnya yang dengan bangga mengagungkan idealisme itu membuat perutku geli dan bergejolak ingin muntah...