Pernahkah setetes air yang menetes dari langit lupa pada langit?
atau pernahkah butiran-butiran garam itu lupa pada lautan?
Lupakah kita pada-Nya?
***
Taukah kamu rasanya ketika segumpal benda, ya, mungkin benda, atau bukan benda yang merogoh-rogoh dada ingin keluar karena sudah tidak tahan.
Tidak tahan?
Tidak lagi tahan berada dalam tubuh yang munafik penuh pendustaan.
***
Siapa?
Aku? tidak, aku tidak mendusta.
Aku tidak membohongi benda atau bukan benda itu?
Benda atau bukan benda itu bukan tidak tahan pada kebohongan, tetapi pada kejujuran.
Kamu tau bukan? kejujuran itu pahit, layaknya obat tablet yang lebih baik langsung ditelan ketimbang diemut lama-lama.
***
Kamu. Kamu tidak akan tahu rasanya bagaimana sebuah gumpalan yang ingin merobek dada kemudian keluar.
Kecuali, kamu rasakan sendiri.
Seandainya ada sebilah pisau, kan ku robek dada ini dan membiarkan benda yang bukan benda itu keluar.
Biarkan ia mencari tubuh baru yang bisa menyamankannya.
Kemudian aku?
Terakhir kalinya, aku bukan munafik nan pendusta.
Aku jujur.
Jujur mengatakan hidupku yang semakin tak jelas dan berarti.
Dan jujur, benda yang bukan benda itu terlalu naif.
***
0 komentar:
Posting Komentar