Rosid&Delia

on Minggu, 28 Desember 2008


Kalian percaya jodoh itu di tangan Tuhan? Seperti halnya kelahiran, dimana kita lahir, siapa yang melahirkan kita, kapan kita mati, atau takdir-takdir yang lainnya. Tapi ada yang berbeda dengan jodoh, dia bisa datang dan pergi seperti mereka yang menduda atau menjanda, atau orang berebut jodoh takut diduluin orang lain. Jika jodoh itu takdir bukankah berarti telah ditentukan siapa sang jodoh, lalu kenapa kita harus mencarinya atau berebut?

Itulah yang ada di pikiran Rosid seorang anak keturunan arab-betawi dalam novel yang ditulis oleh Bin Sohib. Seorang anak berumur 20an(gw lupa tepatnya!) lulusan SMA tetapi sangat kritis melihat agamanya (islam) dan kondisi masyarakat. Seperti peranan agama dalam peperangan, apakah agama menjadi pendamai atau penyulut peperangan itu sendiri?

Ceritanya berawal dari Rosid yang telah kembali ke rumah orang tuanya setelah minggat dan sekarang bekerja di toko babenya. Tidak memiliki niat meneruskan usaha babenya membuat Rosid bermalas-malasan melayani pembeli. Mansur (babenye Rosid ni!) khawatir dengan masa depan tokonya tetapi ada yang lebih mengkhawatirkannya yaitu Rosid berpacaran dengan Delia. Seorang wanita cantik dan ramah tetapi tidak seagama dengan Rosid. Mansur takut nantinya mereka menikah dan itu berarti bencana besar.

Jodoh itu di tangan Tuhan. Hanya itu yang jadi pegangan Rosid untuk mempertahankan hubungannya. Jika mereka memang berjodoh apapun tidak dapat menghalanginya, orang tua, agama, suku, ataupun ras tidak akan bisa menentang ketetapan Tuhan.

Dalam ketakutannya melihat hubungan Rosid dan Delia, Mansur bertekad untuk mengakhirinya dengan segala cara, walau dia hanya terpikir satu cara (sbnernya di novel ini Mansur digambarkan sebagai seorang bapak yang kadar intelektualnya sedikit rendah jadi dy g punya kemampuan ngelawan anaknya, tapi dy pantang menyerah. Itu yang menarik dari dy setelah keanehan2nya) yaitu meminta bantuan adik perempuannya Rodiyah(kl g slh itu namanya. Hhe). Dari sinilah kesulitan hubungan Rosid dan Delia dimulai.

Bukan cuma dari keluarga Rosid yang menentang hubungan tersebut tetapi dari keluarga Delia pun sama, hanya saja entah karena tidak ditonjolkan penulis atau usaha pemisahannya tidak sekeras babe Rosid sehingga terasa keluarga Delia hanya manut2 wae, mudah dilunakkan jadi g terlalu mengganggu hubungan Rosid dan Delia.

Buat gw ini novel yang mengangkat sangat banyak hal dan masalah tetapi tersaji begitu ringan cocok dibaca saat santai di sore hari ditemani secangkir kopi (hehehe) tapi pastin kopinya cukup kental dan lu gak punya kerjaan yang mau dikerjain tar malemnya. Karena lu bakal sekali baca ni buku gak pake berenti. (bahasa gw jadi beda! Biarin dah!)

Oia ini buku ke dua Ben Sohib setelah The De Peci Code ( yang ini gw blom bca ),nah dua hari lalu gw ke toko buku di daerah depok, The Da Peci Code akan difilmkan itu yang ditulis di cover The Da Peci Code jilid terbarunya. Hmmm…. Pasti menarik! logat-logat betawi, p’mikiran kritis Rosid si kribo, dan kelucuan yang lain. Gak sabar gw nunggu, tapi lebih baik sabar dari pada cepet2 tapi filmnya gak memuaskan..

BARU

on Sabtu, 20 Desember 2008

akhirnya bisa buka ni blog lagi stelah gw lupa email dan passwordnya...
cukup merasa bodoh dah gw ampe lupa bgitu, tp yang penting bisa ngisi blog lagi dah.

welcome to my blog again.... huhuhuhu