Sesat

on Selasa, 24 Mei 2011


Ia bukan bulan yang lupa cara bercahaya. ia bukan bulan yang tersesat dalam kegelapan malam kemudian ling-lung  mencari cahaya. Terjebak dalam gelap, bingung memilih kembali mundur mencari siang di masa lalu, atau melanjutkan malam menanti siang di masa depan. Sementara malam telah mencapai tengah waktu, membuat semua pilihan menjadi tanggung.
Sekali lagi, ia bukan cahaya. hanya seseorang yang mengais masa lalu di tengah kegelapan masa kini. Menanti masa depan pun menjadi ketidakpastian untuknya.
25 Mei 2011

Desa Sejuta Warna - Desa Sawarna

on Selasa, 03 Mei 2011





ngeliatin apa ya dia?




Backpack. “Mau backpackeran ni.”, “Jalan-jalan yuk, backpackeran aja biar murah.”, “Ngegembel yuk, kemana gitu.” Sering banget ga sih denger kata-kata itu? Kalau saya sih sering banget, tapi sayangnya cuma sedikit yang terwujud jadi kenyataan. Kenapa? Mungkin karena takut, takut nanti perjalannya gimana, takut nanti disana gimana, takut nanti kenapa-kenapa. Atau malas merencanakan segala yang diperlukan disana. Lebih enak pakai jasa travel, tinggal bayar, maka segalanya sudah jelas. Atau mungkin karena kita lebih senang melewatkan proses, kalau bisa ga usah capai di jalan, tahu-tahu sudah sampai di tempat yang kita mau. Yah, apapun alasannya. Belakangan ini temen-temen saya ngajak jalan-jalan tapi belum ada yang terwujud.
Tapi ada satu perjalanan yang bisa terlaksana. Dengan rencana yang sudah dimulai sejak bulan Februari. Banten. Tepatnya Desa Sawarna. Sebuah desa di selatan Banten dekat Pelabuhan Ratu. Dan tentunya saya tidak sendiri ke sana karena pasti bosen banget sendirian jalan-jalan – Mmm… sebenernya karena saya ga mau nyasar sendirian juga sih. :p. Rencana sebelumnya adalah ke Serang untuk wisata sejarah, tapi karena keterbatasan waktu yang Cuma tiga hari jadi kita langsung aja ke Desa Sawarna.
Perjalanan dimulai dari Jatinangor (tempat persemayaman saya), lanjut ke Terminal Luewipanjang. Ternyata Anit masih asik bermesraan dengan orang stress di angkot, jadi saya langsung buka lapak (ngerokok) sambil nunggu dia. Sekitar jam 09.00, naik bus MGI Bandung-Sukabumi. Tenyata Bandung-Sukabumi lumayan jauh, 2,5-3 jam perjalanan akhirnya sampai di terminal Sukabumi, seinget saya jam 12.30an, soalnya begitu sampai ternyata salat Jumatnya sudah selesai. Sekalian makan siang dan salat Dzuhur sebelum lanjut jalan naik bus.
Lagi-lagi MGI, bus yang kami naiki. Jurusan Sukabumi-Pelabuhan Ratu, untung busnya ga lama ngetem tapi sesebentarnya bus ngetem tetep aja ada pengamen, mau dikasih permen  tapi yang ada DVD film Omen. Lanjut sampai di Pelabuhan Ratu sekitar jam 15.30, kami langsung naik EFL ke Jurusan Bayah. Seperti biasa, ELF baru mau jalan kalau udah penuh. Dan kami penumpang pertama. 1 jam nunggu akhirnya jalan juga, tidak lupa dengan posisi duduk berdesakan. -.-, Huff…
Jam 18.00 kurang kami sampai di Simpang Ciawi. Oia, naik ELF dari Pelabuhan Ratu turun di Simpang Ciawi, dari situ langsung naik ojek. Setelah proses tawar-manawar yang akhirnya nihil kami melewat jalan panjang, berliku, naik dan turun bersama tukang ojek yang agak ekstrim. Sayangnya sepanjang jalan ini siluet senja yang sebenarnya saya harapkan bisa didapat di pantai ternyata sudah terjadi saat kami naik ojek.
Kehabisan homestay membuat kami harus tinggal di rumah penduduk, hanya dengan satu kamar berdua. Oke, ga usah dibahas masalah satu kamar. Harapan bisa dapat harga yang lebih murah dibanding homestay tidak terpenuhi, kami pakai tariff yang sama untuk homestay. Karena sudah sampai malam hari, kami hanya makan dan menghabiskan malam di kamar; main kartu (anit tetep kalah), main Bingo (anit masih juga kalah), baca cerpen bareng (yang ini ga ada yang kalah). Setelah itu tidur.
pantai sawarna di pagi yang tidak buta 
mencari bapak!!!
Pagi itu (saya lupa bangun jam berapa), sebenarya berencana liat sunrise di pantai tapi sudah terlanjur kelewat jadi kami main di pantai – lebih tepatnya jalan-jalan. 2 jam di pantai sambil makan pop mie, menikmati ombak pantai yang bergulung-gulung seperti mie. Dengan orang-orang yang sedang surfing ditelan ombak sementara kami menelan mie.
2 jam berlalu di pantai yang bersih dengan air asin yang bening. Batu karang dengan batas pantai tanpa karang seakan member gambaran dua sisi pantai yang bertentangan tapi melengkapi – memadukan keindahan di pantai sawarna ini. Perjalanan kami dilanjutkan ke Goa Lalay yang berarti Goa Kelelawar.
kadang inspirasi terlihat di batu. :p
 Goa Lalay masih ada di kawasan Desa Sawarna. Kalau dari Pantai Sawarna jaraknya tidak terlalu jauh, ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 30 menit. Saya sempat khawatir tersasar karena saat bertanya ke warga mereka bilang, kalau bisa ada yang mengantar karena nanti lewat sawah dan menyeberang sungai (kalau bisa ditemenin ninja Hatori, bisa dibawa mendaki gunung. :D). kenyataanya jalannya tidak terlalu ribet, setelah sampai di Rumah Makan Sederhana masuk ke gang, ikuti jalan sampai ke jembatan kayu, setelah itu tidak terlalu jauh sudah sampai ke mulut goa. Memang sih ada persimpangan yang harus tepat dipilih, untung Anit instingnya bagus jadi ga salah jalan. Lagipula homestay yang sudah penuh berarti banyak wisatawan, ini akan sangat membantu agar tidak tersasar. Benda yang tidak boleh terlupa adalah senter besar karena goanya gelap banget, karena waktu itu kami tidak bawa perlengkapan apapun untungnya bertemu pemandu yang warga asli kami bisa minta diantar jalan-jalan di dalam goa. Memang sebaiknya menggunakan pemandu kecuali keberanian anda cukup tinggi.
batu-batu timbal-timbul
 Ada apa di Goa Lalay. Baiklah. Saat masuk anda akan disambut hangat oleh genangan air setinggi dengkul saya, sebentar saya ambil penggaris dulu, dimana y penggarisnya? Ternyata penggaris saya ilang. Mmm… mungkin sekitar 60 cm lebih. Dalam kegelapan yang pekat kami memasuki lubang goa dengan penerangan lampu emergensi yang dibawa pemandu kami. Bagian bawah goa diselimuti tanah liat sementara dinding dan langit-langit dipenuhi stalaktit dan stalaknit. Liat di foto aja relif-relifnya. Terus menyusuri ke dalam akhirnya kami menemui ujung – bukan ujung goa tetapi ujung rendaman air. Goa ini cukup panjang dan ada batas air yang harus dilewati dengan berjalan diatas tanah liat yang lembek dan licin. Awalnya kami ingin terus masuk, tapi ternyata Anit terpeleset. *Ups…
Nampaknya tanah liat yang lembek membuat keberanian kami menjadi selembek tanah liat. Urung lah niat kami untuk menyusuri lebih dalam, dan kami kembali merendam kaki dalam genangan air menuju mulut goa. Melepas ketergantungan kami pada cahaya lampu emergensi.
Ternyata berjalan-jalan menikmasi Desa Sawarna cukup membuat saya kelelahan. Setelah membersihkan badan di pondokan, kami kembali bermain Bingo (kali ini saya kalah) hingga akhirnya saya pun terlelap. Sampai ada yang mengelap wajah saya kemudian kesadaran saya merangkak memenuhi pikiran hingga menadarkan saya, ‘sudah waktunya’.
17.00 WIB
adeu... hahaha
 Waktunya menikmati senja di Pantai Sawarna, tetapi sebelumnya kami ke warung. Senja yang sebelumnya terlewati di atas mesin tunggangan tukang ojek, saat ini kami lewati di pantai. Memang jika menikmati momen dari alam kita harus menyiapkan kesabaran. Awan besar menutupi siluet senja di seberang laut. Seperti lukisan yang digurat tinta oranye, begitulah langit senja di Pantai Sawarna yang kami lalui bersama di pinggir pantai. Hingga malam tiba. Kemudian sampai lah kami pada penghujung malam terakhir di Desa Sawarna
pantai yang tak tersentuh
senja di pantai sawarna

Next trip… Dieng Plateu..
Biaya backpack ke Desa Sawarna:
Transport brangkat
Damri Jatinangor-Leuwipanjang             = Rp.     2.000,00
MGI Bandung-Sukabumi                             = Rp.   21.000,00
MGI Sukabumi-Pelabuhan Ratu               = Rp.   19.000,00
Elf Pelabuhan Ratu-Bayah                          = Rp.   12.000,00
Ojek Simpang Ciawi-D.Sawarna               = Rp.   25.000,00
Transport pulang
Elf Desa Swarna-Pelabuhan Ratu            = Rp.   22.000,00
Sisanya sama..
Total Pulang Pergi               = Rp. 103.000,00
Pondokan                             = Rp. 50.000,00/orang/hari (2 hari = Rp. 100.000,00)
Pemandu Goa                       = Rp 14.000,00
Jasa Pencari Pondokan       = Rp.  5.000,00
Makan                                  = Rp.  8.000,00/makan (tergantung makanannya) = Rp. 40.000,00
Kebutuhan lain                 = Rp. 100.000,00
Total Keseluruhan          = Rp. 359.000,00
Gimana? itu masih bisa murah tergantung kitanya.. J
Selamat mencoba Desa Sawarna…
25 April 2011